Sejarah ibadah kurban penting untuk diketahui oleh manusia, terutama umat muslim yang melaksanakannya. Ritual kurban ternyata sudah ada sejak zaman nabi Adam As. Saat itu, putra nabi Adam, Qabil dan Habil sama-sama melakukan kurban dalam Qs. Al-Maidah ayat 27
Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”
Pada saat itu, Qabil dan Habil disuruh untuk berkurban. Qabil yang seorang petani berkurban dengan hasil kebun miliknya. Sementara Habil yang hidup sebagai peternak berkurban dengan seekor kambing terbaik yang ia miliki. Jika kurban Habil diterima Allah swt, tidak demikian dengan Qabil. Qabil pun merasa hasud pada Habil dan memukul kepalanya dengan batu besar sampai tak bernyawa.
Awal mula kurbannya Qabil dan Habil
Berkaitan ayat di atas, dan awal mula kurban. Imam al-Qurtubi (w. 1273 M) dalam Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an (juz 7, hal. 409) menjelaskan Siti Hawa melahirkan dua bayi, satu perempuan dan satunya laki-laki. Kedua bayi itu bisa kita sebut sebagai ‘saudara satu kandungan’. Memang pernah satu kali Hawa melahirkan anak tunggal (bukan berpasangan), yaitu saat melahirkan Nabi Syits, yang lahir menggantikan Habil karena dibunuh saudaranya sendiri, Qabil.
Qabil lahir bersama dengan saudari satu kandung yang bernama Iqlima. Konon, Iqlima terlahir sebagai wanita yang cantik berseri. Sementara Habil lahir dengan saudari kandungan yang bernama Labuda. Paras Labuda tidak secantik Iqlima.
Sesuai dengan aturan yang berlaku, maka Qabil harus menikah dengan Labuda. Sementara Habil menikahi Iqlima. Aturannya tidak boleh menikahi saudara satu kandungnya. Melihat ketentuan demikian, Qabil tidak terima. Ia hanya mau menikahi saudari satu kandungnya, Iqlima, yang memiliki paras cantik berseri.
Singkat cerita, Nabi Adam as memerintahkan kedua putranya (Qabil dan Habil) untuk berkurban. Maka, barang siapa yang kurbannya diterima oleh Allah swt, ia lah yang lebih berhak.
Dalam Mafatih al-Ghaib, Syekh Fakhruddin al-Razi (w. 1210 M) menjelaskan, jika kurban mereka diterima, maka persembahan kurbannya akan disambar oleh api yang turun dari langit sebagaimana pendapat mayoritas ahli tafsir. (lihat al-Razi, Mafatih al-Ghaib, juz 11, hal. 205)
Qabil yang berprofesi sebagai petani, mempersembahkan kurbannya berupa hasil bumi miliknya. Hanya saja, hasil bumi yang dikeluarkannya begitu buruk. Sementara Habil yang berprofesi sebagai peternak, mempersembahkan kurbannya dengan seekor kambing. Jika Qabil berkurban dengan hasil tanaman yang buruk, lain dengan Habil yang berkurban dengan seekor kambing pilihan terbaik miliknya.
Dari persembahan yang dikeluarkan masing-masing Qabil dan Habil, kita bisa menilai, mana yang benar-benar ikhlas, dan mana yang tidak. Tentu, Habillah yang tampak ikhlas karena berkurban dengan kambing pilihan terbaik miliknya. Bukan Qabil yang dengan tanaman buruk hasil panennya. Ini juga mengindikasikan bahwa Qabil bukanlah seorang yang bertakwa dan taat kepada Allah swt.
Benar saja, api turun dari langit dan menyambar kambing milik Habil. Sementara tanaman persembahan milik Qabil tidak. Artinya, kurban Habil diterima, sedangkan Qabil tidak.
© 2024 Madani Qurban Crew by IT NFBSL